Langsung ke konten utama

Scrum dan Profesionalisme

Tahun 2017 lalu saya melibatkan diri dengan rekan-rekan komunitas Scrum Indonesia untuk mengadakan sebuah acara konferensi tingkat nasional tentang Scrum yaitu Scrum Day Bandung 2017.  Saat itu scrum masih tidak se-fenomenal sekarang, dan terbatas pada perusahan IT dan pengembang perangkat lunak saja. Sehingga para relawan acara memutuskan untuk mengambil satu tema yang berkaitan dengan pengembangan perangkat lunak, "Profesionalism in Software Development". Hingga saat ini pembahasan mengenai profesionalisme seorang pengembang perangkat lunak masih cukup hangat diperbincangkan. Karena hampir setiap orang punya definisi sendiri tentang profesionalisme.

Profesionalisme

pro.fe.si.o.nal.is.me /profèsionalismê/

  • n mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional: -- perusahaan kecil perlu ditingkatkan agar mampu bersaing
sumber: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/profesionalisme

pro.fe.si.o.nal /profèsional/

  1. a bersangkutan dengan profesi
  2. a memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya: ia seorang juru masak --
  3. a mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir): pertandingan tinju --
sumber: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/profesional


Dari definisi berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia diatas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa profesionalisme sangat erat kaitannya dengan mutu, kualitas, profesi, keahlian khusus serta nilai atau harga. Ini tentu sangat sejalan dengan konsep dari Scrum dan prinsip Agile

Mengutamakan Kualitas

Pengembang produk atau pemberi jasa yang profesional tentu akan mengutamakan kualitas produknya. Begitupun untuk pengembang yang mengadopsi Scrum dan prinsip agile. Karna kualitas suatu produk atau layanan akan dijadikan tolak ukur profesionalisme pengembangnya. Perusahaan yang menyediakan jasa pun seperti pengembangan perangkat lunak akan mengutamakan kualitas, lebih jelas bisa baca artikel ini mengenai manajemen proyek.

Saya pernah mendengar dari salah seorang penyedia layanan dokumentasi acara. Ketika teman saya mencoba bernego dengan tarif yang ditawarkan, penyedia layanan tersebut bilang "Kita bisa kasih harga terbaik untuk acara ini, namun kita tidak akan menurunkan kualitas (agar tarifnya bisa murah)". Jelas dari pernyataan itu kita sudah bisa menilai betapa profesionalnya mereka dalam memberikan layanan. Saya rasa saya akan selalu ingat kata-kata itu dan patut dijadikan pengingat  agar selalu mengutamakan kualitas. Kualitas tidak harus berupa produk saja tapi juga kualitas dalam layanan bahkan kualitas dalam bekerja. Produk berkualitas hanya bisa dibuat oleh orang-orang yang mengutamakan kualitas kerja yaitu orang-orang yang profesional. 

Profesionalisme dalam Scrum

Scrum mengenalkan 3 peran, yaitu : Product Owner, Scrum Master dan Development Team. Peran tersebut terbagi berdasarkan tanggung-jawab, tanggung-gugat, keahlian dan profesionalitasnya dalam mengembangkan suatu produk. Profesionalisme peran-peran tersebut dijabarkan secara jelas dalam Scrum Guide. Profesionalisme masing-masing individu dalam tim Scrum secara dasar dipengaruhi dan ditentukan oleh pilar dan nilai-nilai Scrum yang ditanamkan di masing-masing individu. 

"When the values of commitment, courage, focus, openness and respect are embodied and lived by the Scrum Team, the Scrum pillars of transparency, inspection, and adaptation come to life and build trust for everyone" ~ scrumguides.org

Product Owner (PO) yang profesional

Seorang Product Owner yang profesional akan menjalankan tanggungjawabnya yaitu dalam memaksimalkan nilai produk hasil dari yang dikerjakan oleh Development Team serta mengelola Product Backlog. Nilai dan kualitas sebuah produk akan tercantum di Product Backlog sehingga Product Backlog bisa mencerminkan profesionalisme dari seorang Product Owner. Jika Product Backlog tidak mengutamakan kualitas maka jelas tidak profesional dan ini bisa mempengaruhi juga proesionalisme Development Team. Karena keputusan final Product Backlog datang dari di PO meskipun ini disusun bersama antara PO dan DT.
Mungkin bisa bayangkan jika penyedia layanan dokumentasi acara yang saya ceritakan diatas dimintai agar menurunkan kualitas produknya supaya harganya bisa murah. Tentu seorang profesional akan menolaknya. Begitupun jika seorang Product Owner yang hanya ingin mengembangkan produk murahan yang mengabaikan kualitas. Tentu tidak akan ada Development Team yang mau membantunya. Yang ada mungkin orang-orang amatir yang punya visi yang sama dengan PO tersebut.

Development Team (DT) yang profesional

Setiap anggota development team yang profesional dalam scrum harus mampu mengorganisir diri mereka sendiri (self-organising) dalam mengembangkan produk.  Orang yang hanya kerjaannya menunggu perintah dalam bekerja jelas belum profesional. Karena perintah dalam scrum adalah hal yang dilarang, makanya tim didorong untuk lebih aktif. Jika ada hal yang tidak jelas dan tidak paham bisa bertanya di acara-acara Scrum (Daily Scrum, Sprint Planning). Jika ada hal yang belum bisa atau belum mahir, bisa dibicarakan juga ke tim dan seharusnya jika dia cukup profesional, dia akan berusaha belajar secara mandiri untuk mencapai itu, tidak nunggu disuapin ilmu.
Development Team adalah tim yang cross-functional. Ini juga tercantum di Scrum Guide. Namun kadang ini sering disalah artikan dengan menyebutkan bahwa Development Team harus serba bisa, setiap anggota harus bisa mengerjakan semua jenis pekerjaan. Ini jelas hal yang keliru. Maksud dari tim yang cross-functional adalah tim yang didalamnya bisa terdiri dari banyak orang dengan keahlian yang spesifik dan dengan keahlian tersebut mereka saling bekerja sama satu sama lain dalam mencapai tujuan yang disepakati. Dengan katalain, Development Team adalah sekumpulan profesional.
Meski Development Team bisa terbagi ke berbagai keahlian, namun mereka dituntut profesional dengan menghargai satu sama lain. Scrum tidak memandang anggota tim karena jabatannya, setiap anggota memiliki tanggung-gugat yang sama terhadap pengembangan produk meskipun mereka memiliki keahlian yang berbeda. Sehingga tidak ada hirarki dan sekat diantara anggota tim. Bahkan tidak ada sekat antara peran-peran dalam Scrum.
Profesionalisme dari Development Team juga tercermin dalam Definition of Done yang dirancang bersama. Jika tidak mengutamakan kualitas, jelas bisa dibilang tidak profesional. Definition of Done juga bisa berkembang seiring dengan berkembangnya keahlian tim. Tapi tujuan utamanya tetaplah produk yang berkualitas. Produk berkualitas adalah portofolio bagi mereka dan menjadi penilaian konsumen terhadap mereka, profesional atau amatir.

Scrum Master (SM) yang profesional

Jika membaca Scrum Guide, Scrum Master (SM) adalah peran dengan tanggung jawab yang paling banyak dibahas dibanding PO dan DT, jadi saya tidak akan terlalu banyak bahas disini ya :). Scrum Master yang profesional adalah seorang Servant Leader yang bertanggung jawab untuk melayani PO, DT, organisasi bahkan pihak lain di luar Scrum Team (Stakeholder). Melayani disini tentu jangan diartikan sebagai memenuhi kebutuhan semua orang, tapi melayani agar setiap orang bisa paham bagaimana menerapkan Scrum dengan benar. Bisa baca juga artikel lain tentang Scrum yang benar seperti apa di sini
Bisa baca juga beberapa artikel berikut yang membahas tentang Scrum Master:
Berikut adalah penjelasan dan gambaran dari coach Joashua Partogi bagaimana Scrum Master yang profesional:




Untuk Scrum Master yang tidak (belum) profesional juga dibahas di sini.

Scrum dan profesionalisme tidak hanya berkaitan namun dua hal itu tidak bisa dipisahkan, walaupun yang sudah mengaku profesional belum tentu mengadopsi Scrum. Tapi yang sudah mengadopsi Scrum dengan benar tentu bisa dibilang tim yang profesional. Maka, jadilah seorang profesional yang mengadopsi Scrum secara profesional juga. Meski perjalanan menuju kesempurnaan sangatlah tidak mudah dan mungkin sangat panjang.


Semoga artikel ini bermanfaat. Jangan sungkan untuk bertanya, berdiskusi atau memberikan saran di kolom komentar. Silahkan bagikan artikel ini dengan menuliskan sumbernya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Proyek Dalam Sudut Pandang Scrum

Di Scrum Guide, Scrum disebut sebagai kerangka kerja proses yang telah digunakan untuk mengelola pengembangan produk kompleks. Pengembangan produk dengan proyek adalah hal yang berbeda. Sebagai referensi bisa lihat gambar berikut:   atau bisa lihat slide lengkapnya di:  Starting out with Scrum from Joshua Partogi . Definisi Proyek Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, proyek adalah  rencana pekerjaan dengan sasaran khusus (pengairan, pembangkit tenaga listrik, dan sebagainya) dan dengan saat penyelesaian yang tegas. Tiga kata yang digarisbawahi adalah poin dasar dari sebuah proyek yaitu rencana atau budget, sasaran atau scoope  dan saat (waktu) atau time . Begitu pun beberapa para ahli mendefinisikan proyek sebagai berikut: Heizer dan Render (2006:81) menjelaskan bahwa proyek dapat didefinisikan sebagai sederetan tugas yang diarahkan kepada suatu hasil utama. Schwalbe yang diterjemahkan oleh Dimyati & Nurjaman (2014:2) menjelaskan bahwa proyek adalah usaha

Bukan Scrum

Belakangan cukup sering terdengar orang membicarakan Scrum hingga sempet terpikir "Se-hype ini kah Scrum sekarang?". Ini jelas berbeda jauh jika dibanding tahun sebelumnya. Orang-orang masih sangat awam dengan istilah "Scrum". Namun apakah ketenaran Scrum saat ini (setidaknya saat tulisan ini dibuat) berbanding lurus dengan pemahaman orang tentang Scrum yang sebenarnya? lalu... Bagaimana Scrum yang benar? Scrum pertamakali dipresentasikan oleh para pendirinya yaitu Ken Schwaber and Jeff Sutherland di OOPSLA Conference pada tahun 1995 hingga Scrum terdokumentasi dalam Scrum Guide (Panduan Scrum) yang mereka kembangkan hingga saat ini. Scrum Guide tidak hanya menjadi referensi yang autentik bagi seluruh praktisi scrum namun juga menjadi tolak ukur Scrum atau Bukan Scrum. Jika berbicara "Scrum yang benar", yaitu Scrum yang dijalankan merujuk ke Scrum Guide. Sebaliknya, Scrum tanpa merujuk ke Scrum Guide itu berarti bisa dibilang Buka

Mencari Teknik Pengembangan "Agile" Terbaik dengan Scrum agar menjadi Agile

"Agile" sangat erat kaitannya dengan pengembangan perangkat lunak (Agile Software Development), meskipun saat ini ramai dibicarakan di luar pengembangan perangkat lunak juga. Berbicara definisi "Agile", saat ini banyak orang mendefinisikan berdasarkan versinya masing-masing. Namun ketika merujuk kepada Agile Manifesto , Agile bisa dibilang sekumpulan nilai dan prinsip yang diterapkan ketika mengembangkan perangkat lunak. Kali ini saya berbagi sedikit pengalaman (karna pengalaman saya memang masih sedikit :D) dalam mengembangkan perangkat lunak dengan mengadopsi Scrum dan metodologi. Loh bukannya Scrum itu metodologi ya? Ya bukan, silahkan baca definisinya di sini .  Kurang lebih setahun yang lalu, saya bersama tim mengembangkan sebuah produk perangkat lunak dari nol hingga saat ini pengembangan masih berlanjut dan produk terus disempurnakan untuk bisa memenuhi kebutuhan konsumen. Produk yang dikembangkan tersebut sebenarnya bukanlah produk yang benar-benar